Tuesday, December 16, 2008

Opung pun Menangis Haru



Sisa-sisa berita Penganugerahan Maestro untuk kartunis Sibarani

Sabtu, 25 Oktober 2008 bisa dibilang merupakan hari bersejarah bagi perkembangan seni kartun Nasional. Untuk pertama kalinya, Museum Kartun Indonesia Bali memberikan apresiasi dan penghargaan tertinggi terhadap seni kartun dengan mengangkat Augustin Sibarani (83 thn) sebagai Maestro Kartunis Indonesia. Penyelenggaraan Malam Anugerah Gelar Maestro, Pameran Tunggal Retrospektif Kartun Augustin Sibarani dan peluncuran buku Autobiografi Augustin Sibarani ini digelar sebagai puncak dari rangkaian PSKN 2008 “Tribute to Augustin Sibarani”.
Suasana haru dan khidmat mengiringi prosesi penganugerahan. Sebelumnya, penonton digiring untuk mengenal sekilas sosok Sibarani lewat pemutaran film pendek. Dalam film pendek ini kita bisa menyimak komentar GM Sudarta, Priyanto Sunarto dan Pramono R. Pramoedjo tentang kiprah Sibarani dalam dunia kartun Indonesia. Seusai film berakhir, dengan didampingi kedua putranya, Sanggam Gorga Sibarani dan Gorky Sibarani, Sibarani yang duduk di atas kursi roda hadir di tengah panggung. Diiringi standing applause dari para hadirin. Prosesi bergulir ke pidato pengangkatan yang dibacakan oleh Priyanto Sunarto, mewakili dewan museum kartun. Seusai pidato dibacakan, Pramono R. Pramoedjo mengalungkan medali berbentuk bintang sembilan kepada Augustin Sibarani dan menyematkan kain ulos, diiringi lagu batak Lisoi. Tak kuasa menahan haru, Sibarani pun meneteskan air mata bahagia dan bangga.
Tampak menghadiri acara ini Suteja Neka, direktur dan pendiri Museum Seni Neka, yang tampil memberikan apresiasinya terhadap seni kartun. Dalam sambutannya, ia mengemukakan bahwa, kartun merupakan media komunikasi yang kocak namun bisa memberikan perspektif lain pada sebuah persoalan. Kartun bisa menyuguhkan perspektif lain dari sebuah obyektivitas sehingga bisa merangsang dan menyetuh indera keenam berupa indera humor.
Seusai sambutannya, Suteja Neka kemudian meresmikan pameran tunggal retrospektif kartun Augustin Sibarani dengan menggoreskan sketsa di atas kanvas bersama kartunis Augustin Sibarani dan Priyanto Sunarto.
Kehadiran Sibarani malam itu, menepis isu yang beredar tentang berpulangnya Sibarani pada 11 Oktober 2008 lalu. Sibarani di usianya yang sudah lanjut dan kesehatannya yang menurun akibat terserang stroke akhir 2005 lalu, tak sedikitpun kehilangan kharismanya. Sorot matanya tajam dan semangatnya masih bersinar. Sehari sebelum pamerannya dibuka, ia datang ke museum kartun. Turun dari mobil, menolak duduk di atas kursi roda. Dengan penuh semangat ia berjalan memasuki museum dan menikmati satu per satu karya yang ada di dalam museum, kemudian menyaksikan persiapan pamerannya.

Mengapa Sibarani?
Siapakah Augustin Sibarani itu? Mungkin banyak generasi muda saat ini asing dengan namanya. Maklum, semenjak Indonesia memasuki masa pemerintahan Soeharto hingga kini, nama Sibarani dan karyanya jarang muncul di media, dan bisa dibilang kalah pamor dibanding kartunis-kartunis generasi sesudahnya.
Sibarani mulai meniti karir kartun dan karikatur politiknya sejak tahun 1950 hingga 1965. Pada jaman itu kartun politik mencapai titik keemasannya. Dalam suasana politik yang seimbang, berbagai pihak berperang melalui surat kabar dengan memanfaatkan kartun sebagai senjata politik.
Kritik kartun pada masa itu sangat terbuka, menunjuk langsung, leluconnya bersifat sinis, dan kadang sarkastik. Sangat berbeda dengan situasi saat ini dimana posisi kartun tak lagi mempan untuk jadi alat kritik yang manjur. Nama Augustin Sibarani kemudian menjadi sangat menonjol terutama ketika ia menjadi kartunis politik di Bintang Timur tahun 1957.
Sayang, menjelang tahun 1965 ketika situasi politik berubah, karyanya menghilang di media massa seiring dibubarkannya berbagai organisasi dan media berhaluan kiri. Sekitar tahun 1998, di usia 73 tahun, Sibarani kembali unjuk gigi dengan menyebarkan karikaturnya dalam bentuk fotokopi A3 yang beredar luas hingga ke Perancis dan Amerika. Karya-karya bawah tangannya ini, banyak dimuat dalam buku Karikatur dan Politik (2001).
Adalah Dewan Museum Kartun Indonesia Bali yang mempunyai insitiatif untuk memberikan anugerah Maestro Kartun pada salah seorang kartunis yang dinilai layak mendapatkannya. Ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan Dewan Museum dalam memilih Augustin Sibarani sebagai Maestro Kartun. Pertama, konsistensi dalam berkarir sebagai kartunis. Sejak tahun 1950, Sibarani memantapkan diri untuk hidup sebagai kartunis. Dengan tekad tersebut, Sibarani berhasil menjadi kartunis yang disegani pada masanya dan dikenang di kalangan luas hingga hari ini.
Kedua, keunikan perupaan karya Sibarani terletak dalam dua hal: a) Konten, penggunaan simbol dan metafora yang cerdas dari sumber yang sangat luas, mengindikasikan keluasan wawasan kartunis dalam menggali literatur sebagai senjata dalam berkarya. Kekuatan ini sudah ditunjukan pada kenakalan kartunnya tahun 1953 hingga yang terakhir tahun 1998; b) Gaya gambar berbeda dengan kartunis semasanya, yang cenderung serampangan, garis kasar mengalir bebas mengingkari hukum anatomi, efisien, dan mengena. Gaya kartun demikian berbeda dengan kartun-kartun saat itu yang umumnya cenderung meniru bentuk nyata. Sibarani menampilkan kartun ide daripada gambar realisme. Hal ini membuat karya beliau unik dan gampang ditandai cirinya.
Ketiga, pengaruh gaya karyanya pada dunia kartun di Indonesia justru terlihat pada era awal Orde Baru. Banyak kartunis anti Soekarno menampilkan kartun dengan ciri yang mirip dengan Sibarani. Yang paling menonjol adalah kartun surat kabar “Mahasiswa Indonesia”. Yang dikritik merupakan kebalikan dari pada era Sibarani. Tapi kecerdasan bermain metafora dan garis sederhana dan efektif mirip dengan cara berungkap yang dikenalkan Sibarani. Beberapa kartunis yang semula belajar dari gaya Sibarani, setelah melalui waktu menemukan gayanya masing-masing. Ketiga alasan tersebut dikemukakan Dr. Priyanto Sunarto (anggota Dewan Museum & Dosen FSRD ITB) dalam pidato pengangkatan yang dibacakannya sesaat sebelum penganugerahan medali.
“Ini merupakan gelar Maestro pertama yang diberikan Museum Kartun Indonesia Bali, tapi bukan satu-satunya! Masih bertebaran kartunis handal yang bekerja keras meningkatkan apresiasi masyarakat pada seni kartun. Dan, kami masih terus mencarinya. Pada saatnya, kami akan menampilkan tokoh kartunis berikut yang berkaliber Maestro.” ungkap Priyanto S. (ro)

0 comments:

Post a Comment


AyuWage Services - Get Paid to Visits Sites and Complete Surveys